Telur Merah: Keterampilan Penting dan Mendesak

Saya mau bercerita kembali tentang kegiatan belajar saya di Kelas Bunda Cekatan. Setelah minggu lalu kami diminta untuk melacak telur hijau, awal minggu ini kami melakukan evaluasi. Apakah kegiatan tersebut sudah layak ditetapkan sebagai telur hijau yang akan selalu membuat saya bahagia? Hemmh, sempat mikir lagi, sih, tapi … mencoba mempraktikkan apa yang dibilang Mas Pandu (Mentor Tamu pada materi minggu ini) bahwa tidak ada salahnya kalau kita mencoba segala sesuatu. Jangan terlalu banyak mikir, “Ini sesuai atau tidak, ya, sama saya?” yang akhirnya malah justru kita enggak mulai-mulai untuk bergerak, hehe. Meskipun masih abu-abu dan ada beberapa pertanyaan di benak saya, saya coba uraikan dulu saja, ya, karena sejatinya tidak ada kata gagal dalam proses pembelajaran (ini juga kata Mas Pandu, btw). Bismillahirrahmanirrahiim...

Telur Merah
Minggu ini kami diminta untuk menemukan telur merah. Apa itu telur merah? Telur merah adalah beragam keterampilan yang perlu dilatih dan dipelajari untuk menambah kompetensi guna mendukung telur hijau. Jadi, kalau telur hijau adalah aktivitas, maka telur merah adalah keterampilannya. Telur merah didapat saat merinci beragam aktivitas menjadi hal yang penting dan mendesak. Awalnya, kegiatan ini berfokus pada aktivitas BISA dan SUKA. Akan tetapi, saya malah mereview seluruh aktivitas karena merasa perlu memetakan kembali mana keterampilan yang benar-benar penting dan mendesak. Proses memetakan beragam keterampilan ke dalam kuadran penting dan mendesak ini ternyata cukup bikin galau, haha … karena ternyata ada beberapa keterampilan yang dibutuhkan padahal sebelumnya saya menempatkannya di aktivitas yang saya tidak bisa dan tidak suka, hoho. Selain itu, ada juga aktivitas yang saling bersinggungan. Bingung, yaa, saya apalagi…wakakakk. Jadi, kembali lagi, saya coba uraikan satu persatu.

Berikut uraian keterampilan yang diperlukan untuk telur hijau saya:
1. Beribadah
Bagaimana caranya agar beribadah dengan benar dengan waktu yang minim? Apakah semua ibadah yang kita lakukan sudah sesuai dengan syariat? Beragam pertanyaan itu yang kadang gelayutan di kepala saya. Jangan-jangan selama ini saya ibadah, tapi tidak diterima karena menyalahi syariat. Rugi bandar kalau gitu, huks! Jadilah yaa, untuk mendukung aktivitas ini saya pun perlu untuk selalu belajar tentang ilmu agama (ini nanti masuk ke telur hijau berikutnya. Bersinggungan, kan?). Keterampilan yang dapat mendukung aktivitas ini adalah manajemen waktu (terkait minimnya waktu ibadah yang dimiliki si ibu) serta keterampilan membaca Al-Quran (tahsin).

2. Belajar
Saya suka belajar, tentang apapun. Belajar ilmu agama, parenting, kepenulisan (lagi-lagi bersinggungan dengan telur hijau lainnya, hehe), dan lain sebagainya. Namun, kebanyakan proses pembelajaran saya dilakukan secara online. Ini yang kadang bikin pusing. Di satu sisi saya tidak suka sibuk dengan gadget, tapi di sisi lain saya harus online mendengarkan materi pembelajaran. Maka, saya memerlukan keterampilan manajemen waktu, mendengarkan dan menyimak, serta membaca dan menuliskan kembali materi pembelajaran.

3. Quality time dengan suami
Berduaan dengan suami itu sangat menyenangkan, tapi enggak jarang juga dibuat kesal, bahahaa! Baca enggak, ya, si Ayah ini? Suami saya itu isengnya bukan main dan saya pernah menangis karena keisengannya. Belum lagi kalau saya selalu ditanya hal yang sama berulang-ulang, menyatakan ketidaksukaan berulang-ulang, dan hal-hal lainnya. Wah, bisa jadi malah dongkol sepanjang hari karena dibuat kesal. Bukan quality time, dong ya ini namanya, tapi 'esmosi time', huhuu. Padahal sebagai perempuan, istri, dan ibu; saya perlu banget menjaga kewarasan saya di tengah segala aktivitas yang menguras tenaga dan pikiran. Pernah suatu kali saat berada di titik terendah, saya berkata kepada suami, “Bunda sudah melakukan yang terbaik untuk ayah dan anak-anak, tapi siapa yang memedulikan perasaan Bunda? Ayah masih berharap Bunda tetap waras dengan semua ini?” Jedeerr, langsung diam dong si Ayah. Wakakak, kacau banget emang. Mohon maaf ya, si Bunda kan pengen juga kali makan dengan tenang, tidur dengan nyenyak, nonton tanpa diganggu, dan sebagainya. Kalau sudah agak tenang, baru deh mikir, “Kok lebay amat siik?” Wakakak, mungkin si Ayah langsung syok ya kalau saya lagi kumat, tiba-tiba ada singa mengamuk di depannya. Nah, untuk menjaga kewarasan saya tetap terjaga, saya perlu keterampilan manajemen emosi, komunikasi efektif, serta keterampilan mendengarkan dan menyimak (siapa tahu si Ayah juga punya banyak harapan kan, ya? Hehe..).

4. Bermain dengan anak
Wah, aktivitas bermain dengan anak ini selalu seru dan bikin lupa waktu! Tapi lagi-lagi, hal ini juga sangat dipengaruhi oleh kewarasan si Bunda. Kalau tensi lagi tinggi, bisa berabe, deh. Yang ada bukan main seru, tapi malah keadaan makin runyam. Si anak nangis, si Bunda ngomel-ngomel. Oleh karenanya, saya memerlukan keterampilan manajemen waktu, manajemen emosi, mendengarkan dan menyimak keinginan anak-anak, dan komunikasi efektif. Oya, sepertinya saya juga perlu keterampilan mengelola keuangan agar aktivitas bermainnya tidak over budget.

5. Menulis hal yang bermanfaat
Seringkali saya banyak berencana untuk menulis suatu hal tapi belum juga dilakukan. Banyak juga tumpukan tulisan yang belum selesai. Malah kadang saya menyesal karena keduluan orang lain menulis topik yang sama, huhu. PR banget ini, padahal kan sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain, ya, dan saya merasa belum maksimal. Untuk mendukung aktivitas ini, saya memerlukan keterampilan mendengar dan menyimak, membaca dan menulis, serta keterampilan manajemen waktu.

Adapun hasil ‘meditasi’ beragam keterampilan dari telur hijau dan aktivitas saya lainnya adalah sebagai berikut:



Berdasarkan beragam keterampilan yang penting dan mendesak di atas, inilah beberapa keterampilan yang saya pilih untuk menjadi telur merah:


Lima telur merah yang saya pilih ini adalah beragam aktivitas yang penting dan mendesak untuk dikuasai dalam waktu dekat. Setelah saya pikir-pikir, ternyata keseluruhan telur merah ini adalah keterampilan yang bersinggungan dengan orang lain. Hal ini sangat penting untuk dikuasai.

Untuk beragam keterampilan penting dan mendesak yang tidak saya pilih, ada beberapa alasan yang melatarbelakanginya. Selain karena proses pembelajarannya sedang berlangsung, saya tidak memilih tahsin karena keterampilan ini bersifat personal (hubungannya vertikal dengan Allah). Lain halnya nanti ketika saya sudah merasa perlu untuk mengajari anak-anak dengan ilmu tahsin yang lebih baik. Untuk saat ini, mengajari anak-anak mengaji masih bisa dicapai dengan kemampuan saya yang sekarang. Untuk manajemen keuangan, saya membutuhkan waktu lebih banyak untuk memahaminya. Hal ini karena aktivitas mengelola keuangan sebenarnya berada dalam kuadran tidak suka dan tidak bisa. Untuk kegiatan bermain bersama anak agar tidak over budget sementara masih bisa ditangani dengan mencari kegiatan bermain yang minim budget.


#janganlupabahagia
#jurnalminggu2
#materi2
#kelastelur
#bundacekatan
#buncekbatch1
#buncekIIP
#institutibuprofesional

Komentar

Postingan populer dari blog ini

How I Met My Husband

Hal Besar Dimulai dari Langkah Kecil

Lima Tips yang Perlu Diperhatikan Orang Tua saat Memilih Sekolah Anak