Kunjungan Anak ke Kantor Orang Tua
Bismillahirrahmannirrahiim..
Sebagai ibu yang bekerja di ranah publik, pernahkah Teman-teman dihadapkan pada situasi sulit? Misalnya, di saat harus menyelesaikan pekerjaan tapi anak-anak tidak ada yang menjaga. Saya sering sekali berada di situasi seperti itu. Bisa dikatakan saya diharuskan lembur secara berkala (setiap tiga bulan), paling tidak selama empat hari. Rutinitas itu sudah saya lakukan sejak tahun 2010. Bahkan, dulu, sebelum menikah saya pernah menginap di kantor saat weekend dengan beberapa teman.
Setelah memiliki anak, tentu prioritas saya berubah. Saat Askana bayi, saya selalu meminta keringanan untuk tidak ikut lembur di hari kerja dan weekend. Namun, setelah Askana menginjak usia satu tahun dan sudah bisa berjalan, saya mulai terlibat kembali. Askana bisaanya ikut lembur di daycarenya dan saya baru menjemputnya di malam hari. Askana bahkan pernah saya jemput pukul setengah sepuluh malam. Apakah Askana sudah tidur saat saya jemput? Tidak. Ia selalu dalam kondisi ceria bermain dengan caregivernya. Entah perosotan, ayunan, masak-masakan, bernyanyi, atau apapun.
Saat Adia lahir, saya pun kembali meminta keringanan tidak mengikuti lembur untuk beberapa saat. Alhamdulillah atasan dan rekan kerja saya mengerti, sehingga pekerjaan saya dapat diambil alih oleh mereka. Setelah Adia berusia sekitar satu tahun dan sudah bisa berjalan, barulah saya kembali untuk ikut lembur.
Di dalam lift, sepulang kantor sehabis lembur
Si Bunda lembur, berarti Askana dan Adia pun ikut lembur. Seringkali saya berkejaran dengan waktu mengingat argo lembur anak-anak yang terus bertambah seiring lamanya saya menyelesaikan pekerjaan. Biaya overtime lembur anak-anak di daycare pun meningkat menjadi dua kali lipat. Pernah suatu saat biaya overtime Askana dan Adia selama sebulan sama dengan setengah gaji saya dalam sebulan. Wow!! Alhamdulillah ayahnya anak-anak sangat sabar, sehingga tidak mempermasalahkan hal itu.
Mengalami fakta itu tentu membuat saya berpikir ulang. Bagaimana caranya agar saya tetap bisa menyelesaikan pekerjaan, anak-anak tidak terlantar, namun tetap dapat berhemat? Akhirnya, saya memutuskan untuk membawa anak-anak ke kantor saat saya sedang lembur. Ya, keduanya. Sepulang jam kantor, saya selalu meminta izin pada atasan untuk menjemput anak-anak. Barulah setelah itu membawa mereka ke kantor.
Bagaimana reaksi mereka? Mereka sangat senang sekali setiap diberitahu akan ke kantor si Bunda, malah kadang berteriak kegirangan. Di kantor saya, mereka sangat senang karena bisa bertemu dengan teman-teman saya dan bermain bersama mereka. Banyak aktivitas yang dapat mereka lakukan, seperti bermain magnet kulkas, bermain kursi dorong, belajar tentang mesin fotocopy, melubangi kertas, mewarnai, baca buku, hingga menonton youtube (kalau yang terakhir ini bonus banget, tapi tetap dengan pengawasan, ya). Bahkan, adakalanya anak-anak juga ikut dengan saya ke ruang rapat. Duduk anteng sambil memerhatikan para peserta rapat dan materi rapat. Kalau aktivitas ini tentu dengan membawa berbagai makanan kecil kesukaan mereka.
Saya pernah baca di suatu artikel, di sebuah negara (maaf, saya lupa tepatnya di negara mana), ada program yang dicanangkan oleh pemerintah agar anak-anak berkunjung ke tempat kerja orang tuanya. Hal ini bertujuan agar anak mengenal lingkungan kerja orang tua. Selain beberapa hal yang sudah saya sebutkan di atas, banyak hal positif yang dapat saya ambil dari rutinitas tiga bulanan ini. Mereka akan belajar bagaimana sikap orang tua mereka dalam lingkungan kerja, apa saja yang orang tua lakukan saat bekerja, dan tentu bagaimana peran orang tua mereka dalam lingkungan kerja. Oya, satu lagi manfaat yang tidak kalah penting, yaitu mereka dapat mengasah kemampuan parenting teman-teman saya yang belum menikah, loh. Wakakakk…
#Writober #RBMIPJakarta #IbuProfesionalJakarta
Sebagai ibu yang bekerja di ranah publik, pernahkah Teman-teman dihadapkan pada situasi sulit? Misalnya, di saat harus menyelesaikan pekerjaan tapi anak-anak tidak ada yang menjaga. Saya sering sekali berada di situasi seperti itu. Bisa dikatakan saya diharuskan lembur secara berkala (setiap tiga bulan), paling tidak selama empat hari. Rutinitas itu sudah saya lakukan sejak tahun 2010. Bahkan, dulu, sebelum menikah saya pernah menginap di kantor saat weekend dengan beberapa teman.
Setelah memiliki anak, tentu prioritas saya berubah. Saat Askana bayi, saya selalu meminta keringanan untuk tidak ikut lembur di hari kerja dan weekend. Namun, setelah Askana menginjak usia satu tahun dan sudah bisa berjalan, saya mulai terlibat kembali. Askana bisaanya ikut lembur di daycarenya dan saya baru menjemputnya di malam hari. Askana bahkan pernah saya jemput pukul setengah sepuluh malam. Apakah Askana sudah tidur saat saya jemput? Tidak. Ia selalu dalam kondisi ceria bermain dengan caregivernya. Entah perosotan, ayunan, masak-masakan, bernyanyi, atau apapun.
Saat Adia lahir, saya pun kembali meminta keringanan tidak mengikuti lembur untuk beberapa saat. Alhamdulillah atasan dan rekan kerja saya mengerti, sehingga pekerjaan saya dapat diambil alih oleh mereka. Setelah Adia berusia sekitar satu tahun dan sudah bisa berjalan, barulah saya kembali untuk ikut lembur.
Di dalam lift, sepulang kantor sehabis lembur
Si Bunda lembur, berarti Askana dan Adia pun ikut lembur. Seringkali saya berkejaran dengan waktu mengingat argo lembur anak-anak yang terus bertambah seiring lamanya saya menyelesaikan pekerjaan. Biaya overtime lembur anak-anak di daycare pun meningkat menjadi dua kali lipat. Pernah suatu saat biaya overtime Askana dan Adia selama sebulan sama dengan setengah gaji saya dalam sebulan. Wow!! Alhamdulillah ayahnya anak-anak sangat sabar, sehingga tidak mempermasalahkan hal itu.
Mengalami fakta itu tentu membuat saya berpikir ulang. Bagaimana caranya agar saya tetap bisa menyelesaikan pekerjaan, anak-anak tidak terlantar, namun tetap dapat berhemat? Akhirnya, saya memutuskan untuk membawa anak-anak ke kantor saat saya sedang lembur. Ya, keduanya. Sepulang jam kantor, saya selalu meminta izin pada atasan untuk menjemput anak-anak. Barulah setelah itu membawa mereka ke kantor.
Bagaimana reaksi mereka? Mereka sangat senang sekali setiap diberitahu akan ke kantor si Bunda, malah kadang berteriak kegirangan. Di kantor saya, mereka sangat senang karena bisa bertemu dengan teman-teman saya dan bermain bersama mereka. Banyak aktivitas yang dapat mereka lakukan, seperti bermain magnet kulkas, bermain kursi dorong, belajar tentang mesin fotocopy, melubangi kertas, mewarnai, baca buku, hingga menonton youtube (kalau yang terakhir ini bonus banget, tapi tetap dengan pengawasan, ya). Bahkan, adakalanya anak-anak juga ikut dengan saya ke ruang rapat. Duduk anteng sambil memerhatikan para peserta rapat dan materi rapat. Kalau aktivitas ini tentu dengan membawa berbagai makanan kecil kesukaan mereka.
Saya pernah baca di suatu artikel, di sebuah negara (maaf, saya lupa tepatnya di negara mana), ada program yang dicanangkan oleh pemerintah agar anak-anak berkunjung ke tempat kerja orang tuanya. Hal ini bertujuan agar anak mengenal lingkungan kerja orang tua. Selain beberapa hal yang sudah saya sebutkan di atas, banyak hal positif yang dapat saya ambil dari rutinitas tiga bulanan ini. Mereka akan belajar bagaimana sikap orang tua mereka dalam lingkungan kerja, apa saja yang orang tua lakukan saat bekerja, dan tentu bagaimana peran orang tua mereka dalam lingkungan kerja. Oya, satu lagi manfaat yang tidak kalah penting, yaitu mereka dapat mengasah kemampuan parenting teman-teman saya yang belum menikah, loh. Wakakakk…
#Writober #RBMIPJakarta #IbuProfesionalJakarta
Komentar
Posting Komentar