Lima Tips yang Perlu Diperhatikan Orang Tua saat Memilih Sekolah Anak
Saya tidak menyangka akhirnya saya memasuki fase mamak-mamak galau memilih sekolah anak, wakakakk... Hayoo siapa yang senasib? Cuungg!! Sejak setahun lalu, saat Askana baru akan memasuki kelas K-1, kami diundang oleh sekolah Askana secara personal. Saat itu, (calon) guru Askana bertanya pada kami, ke mana arah pendidikan Askana nantinya? Jeng ... jeng!! Belum kepikiran sama sekali tentang memilih sekolah anak, bahkan kami kaget karena dibrondol pertanyaan secepat ini.
Secara umur, Askana memang terlalu cepat setahun saat akan memasuki masa sekolah dasar. Saat itu, ada dua usulan dari gurunya Askana. Pertama, Askana mengulang kelas K2 di tahun berikutnya agar usia saat memasuki sekolah dasar tepat 7 tahun. Atau, tetap melanjutnya proses belajarnya dan menyekolahkan Askana di sekolah yang dapat menerima usianya.
Saat berada di fase itu saya pun akhirnya berselancar di dunia maya untuk membuat list beberapa sekolah yang menjadi inceran. Apa saja yang perlu dipersiapkan untuk memilih sekolah anak?
1. Pahami gaya belajar anak
Selama satu tahun di kelas K1, saya seringkali mendapatkan laporan dari guru Askana ataupun caregivernya tentang gaya belajar Askana. Dalam melakukan sesuatu, Askana harus selalu punya alasan yang kuat, termasuk saat mengerjakan worksheet yang diberikan gurunya. Askana tidak akan memulai kegiatan belajarnya jika dirasa jawaban dari gurunya kurang memuaskan. Ini yang terkadang membuat guru dan caregiver Askana kewalahan, hehe..
Ya, memasuki usia 6 tahun, anak-anak masih berada dalam usia golden age. Mereka akan menyerap banyak hal untuk dipelajari. Memahami gaya belajar anak merupakan hal yang paling mendasar yang harus diketahui oleh orang tua. Bagaimana cara anak belajar? Apakah ia termasuk tipe yang suka sekali bertanya seperti Askana atau cukup mengamati saja? Jika anak termasuk tipe yang seringkali membrodol dengan berbagai pertanyaan, pilihlah sekolah yang dapat memfalisitasi rasa ingin tahunya. Misalnya, dengan memilih sekolah yang jumlah murid di setiap kelas tidak terlalu banyak atau bisa juga memilih sekolah yang menempatkan ada dua orang guru dalam satu kelas. Namun, apabila teman-teman kesulitan dalam memahami gaya belajar ananda, teman-teman dapat mengobservasinya terlebih dahulu. Tanyakan pula kepada orang-orang yang kesehariannya sering berada di sekitar anak, seperti nenek, asisten, ataupun guru pendampingnya di Kelompok Bermain ataupun Taman Kanak-kanak.
2. Membuat ringkasan sekolah yang dipilih
Saat teman-teman mendapat beberapa calon sekolah inceran, buatlah daftar pertanyaan yang akan teman-teman tanyakan melalui telpon. Saat survei melalui telpon, pastikan teman-teman mencatat segala informasi dengan baik. Apa saja yang harus ditanyakan? Kurikulum yang digunakan sekolah, bahasa pengantar, jumlah guru dan murid dalam setiap kelas, jam belajar dan istirahat, fasilitas sekolah (termasuk antar-jemput dan katering), biaya sekolah (yang mencakup uang pangkal; SPP bulanan; dan iuran tahunan, biasanya untuk kegiatan fieldtrip, seragam, ataupun uang daftar ulang; dan biaya tambahan (antar-jemput, katering, ekskul) jika ada), juga program tambahan di luar jam belajar (kegiatan ekstrakurikuler), dan yang terpenting adalah waktu Open House (karena biasanya registrasi akan dimulai saat Open House, bahkan ada sekolah yang memberikan diskon khusus saat Open House). Hehe, panjaaangg, ya!
Sederetan daftar ini tentu bisa teman-teman tanyakan saat open house nanti, tapi alangkah baiknya teman-teman juga mengetahuinya di awal sehingga apabila dirasa kurang sreg, sekolah tersebut dapat didrop dari list. Dengan membuat list ini, kita juga bisa sambil menimbang-nimbang kira-kira mana ya sekolah yang sesuai dengan anak, orang tua, dan dompet orang tua, wakakakkk...
Dalam membuat list ini, ada tiga hal yang selalu saya tanyakan pada pihak sekolah, yaitu:
a. Apa target yang ingin dicapai sekolah pada anak ketika lulus SD? Dan, bagaimana ketika anak-anak tidak bisa mencapai target tersebut?
b. Bagaimana pendidikan agama Islam di dalam sekolah?
c. Apakah ada toleransi ketidakhadiran? Kalau pertanyaan ini mengingat saya yang seringkali dinas ke luar kota. Ya kalii masa bolos terus saat saya dinas, wakakakk..
d. Apakah anak-anak diperbolehkan membawa handphone dan terdapat kantin di sekolah? Nahh, untuk bahasan ini in sya Allah menyusul di postingan selanjutnya, yaa!
Saat survei atau menghadiri Open House, saya dan suami terkadang berpencar untuk menggali informasi sebanyak-banyaknya dari pihak sekolah. Saya bertanya pada guru A, suami bertanya pada guru B. Dari situ, bisa terlihat bagaimana sesungguhnya sekolah itu. Guru Askana bahkan menyarankan agar kami juga melakukan survei kepada orang tua yang anaknya telah bersekolah di sekolah tersebut. Mengapa demikian? Hal ini dilakukan agar kami mendapat gambaran utuh tentang sekolah, bukan hanya gambaran dari pihak sekolah saja.
3. Kenali calon sekolah baru pada anak
Pada saat membuat jadwal berkunjung ke calon sekolah Askana, saya selalu bertanya apakah Askana boleh ikut serta? Menurut saya, memperkenalkan calon sekolah pada anak merupakan hal yang penting agar si anak mengenal calon sekolah barunya. Anak akan mulai beradaptasi pada lingkungan baru. Pada saat ini, kita bisa mengamati apa yang dirasakan anak-anak. Apakah anak-anak merasa nyaman dengan sekolah tersebut? Namun, perlu dipastikan, kita juga harus bilang bahwa sekolah ini adalah calon sekolahnya, yang bisa jadi ia pun tidak bersekolah di sini. Biar si anak tidak merasa di-PHP-in ketika ternyata dia tidak diterima di sekolah tersebut.
4. Persiapkan ananda untuk menghadapi proses seleksi masuk sekolah
Bagi saya, memilih sekolah anak merupakan proses kerja sama antara orang tua dan ananda. Sekolah dasar itu jenjangnya cukup lama, tentu orang tua pun harus serius dalam memilih sekolah bagi ananda. Proses seleksi sekolah tentu berbeda-beda. Ada yang hanya cukup melengkapi administrasi saja, ada juga beberapa sekolah yang mensyaratkan kemampuan membaca, menulis, serta berhitung. Namun, tidak selalu semua seperti itu. Untuk sekolah berbasis agama Islam bahkan mensyaratkan kemampuan membaca iqra. Rentang waktu penyeleksian pun berbeda-beda. Ada yang dikumpulkan di waktu tertentu, ada juga yang diobservasi secara mendetail.
Mendekati hari observasi, Askana selalu kami berikan semangat. Tidak ada persiapan khusus. Kami hanya menjelaskan bahwa nanti ia akan belajar dan bermain di kelas bersama dengan teman-teman baru. Kami juga memintanya untuk tidur lebih cepat agar ia bersemangat ketika ia bangun di pagi hari. Beberapa hari sebelum waktu observasi, nenek dan kakek Askana juga memberikan semangat padanya. Ya, support system juga sangat dibutuhkan pada fase ini. Rentang observasi pada Askana cukup panjang. Mulai dari pukul 08.00 -15.00 WIB, Askana diminta untuk mengikuti kegiatan belajar di kelas yang sesungguhnya. Ada tiga guru yang mengamati Askana di dalam kelas, termasuk salah satunya adalah seorang psikolog. Saat Askana kembali ke rumah, saya melihat matanya yang selalu berbinar-binar ketika ia menceritakan teman-teman di sekolahnya dan aktivitasnya hari itu.
5. Berdoa dan pasrahkan semua pada Allah
Setelah semua proses dilakukan, pastikan tidak ada tahapan yang terlewat dalam mendaftarkan ananda ke sekolah. Selanjutnya, kita tinggal berdoa dan memasrahkan semua pada Allah. Bukan hanya orang tua yang berdoa, tapi kita juga perlu mengajak anak untuk turut meminta dan memasrahkan diri hanya kepadaNya =)
Semangat memilih sekolah yang terbaik bagi ananda, ya, teman-teman!
Aseeeeek, makasiiiii mba agris 😘😘
BalasHapusAku sekarang lagi di poin 5 hahahaha.
Yeayy, semangaattt!! Bismillah, semoga dapat yang terbaik yaa, in sya Allah..
HapusAku sudah sering baca tentang survei seperti ini tapi ketika tiba saatnya tetap aja kurang aktif *tutup muka. Tipe pasrah yang 'ada yang mendekati itu saja di dekat sini sudah syukur', hehehe. Padahal dengan survei itu juga kita mengenali calon sekolah anak dengan lebih baik, ya. Kelak ketika berjodoh dengan sekolah itu pun, kita sudah lebih paham.
BalasHapusWuahh, mbak Leilaa...jarak antara sekolah dan rumah juga memang sangat berpengaruh yaa. Kami sempat survei ke beberapa sekolah yang jaraknya aduhai, tapi itu memang dilakukan sebagian besar untuk memenuhi rasa penasaran si Bunda, wakakakk.. Alhamdulillah akhirnya nemu sekolah yang win-win solution. Semangatt, mbakk *kecuupp
Hapus