How I Met My Husband

How i met my husband? Cerita ini mungkin menjadi kisah menyenangkan bagi sebagian orang. Lain halnya dengan saya, cerita saya penuh luka, bertabur emosional. Itulah mengapa saya butuh keberanian ekstra menuliskan kisah kami, kisah yang akhirnya Allah ridha saya menikah dengan seorang lelaki pilihanNya.

Tahun 2010 lalu, saya adalah pribadi yang mencoba bangkit dari keterpurukan. Saya ditinggalkan bersamaan dengan gedung, catering, juga pilihan pakaian pengantin. Ya, pernikahan saya batal dilaksanakan tahun itu. Impian menggapai cita-cita kecil saya menjadi seorang pengantin seakan menjauh dari jangkauan saya. Perlu waktu lama untuk bangkit dan tersenyum pada dunia. Untuk setiap perih akan luka itu, saya mencoba memeluknya berkali-kali. Jatuh, menangis..bangun kembali. Jatuh, menangis..bangun kembali, hingga akhirnya saya berada di satu titik "saya betul-betul tidak peduli dengan satu hal: laki-laki." 

Saya mencoba berdamai dengan banyak hal. Saya mengisinya dengan bekerja, mengikuti kajian, dan bertemu dengan teman-teman, juga sahabat saya. Saya mempunyai sahabat dekat, kami bertemu di bangku kuliah. Darinya, saya mengenal seorang teman lebih dekat. Sebenarnya, kami berada di satu almamater yang sama, tapi kedekatan itu baru muncul lewat sahabat saya seiring dengan kepindahannya ke negeri seberang. Komunikasi saya dengan teman 'baru' ini menjadi cukup intens, saya pun senang mendapat teman baru. Dari obrolan kami, saya mendapati bahwa teman saya sedang jatuh cinta kepada seorang pria dan saya 'gemas' melihatnya. Akhirnya saya beinisiatif untuk menyambungkan rasa teman saya itu. Saya mengirim message via fb kepada sahabat saya untuk menanyakan nomor kontak si pria. Saya pun meminta pendapatnya mengenai hal ini. Alhamdulillah teman saya setuju untuk dibantu asalkan saya tidak membuka identitas saya. Sahabat saya pun memberikan gambaran karakteristik si pria. Sahabat saya dulunya satu kantor dengan si pria sebelum ia resign dan ikut suaminya pindah ke Singapura. Ternyata, si pria adalah satu-satunya teman angkatan sahabat saya yang ia percayai untuk dimintai pendapat saat sahabat saya bermasalah di tempat kerjanya. Ia juga menaruh respek dan hormat padanya. Sahabat saya merupakan orang yang aktif berorganisasi. Testimoninya tentang si pria ini menjadi gambaran saya menempatkan diri.

18 Mei 2010, hari itu, saya akhirnya memberanikan diri untuk sms si pria, "Assalaamu'alaykum, kak Hari. Saya dapat nomor kakak dari seorang teman. Sebelumnya saya minta maaf kalau saya lancang. Perkenalkan, nama saya Nia. Saya mau bertanya, apa kakak sudah memiliki calon istri? Kalau sudah alhamdulillah, tapi kalau belum saya punya seorang teman yang menaruh perasaan pada kakak. Mohon maaf ya, Kak." Begitu kira-kira bunyi sms saya. Saya menamakan diri saya dengan Nia, yang hingga saat ini masih ditulis sebagai nama pada kontak handphonenya. Dua minggu sms itu tidak berbalas, saya pun memakluminya, "ahh, mungkin saya memang sangat lancang..". Hingga suatu malam saat saya bersiap pulang dari kajian yang dibina oleh Ust. Bachtiar Natsir, sms itu datang, ia menanyakan tentang siapa sosok teman saya itu. Saya pun menanyakan tentang kriteria calon istrinya dan memberi gambaran tentang karakteristik teman saya itu. Tentunya, saya memberikan laporan ini kepada teman saya. Kami bertemu saat itu dan saya menanyakan kesediaannya untuk memberitahu identitasnya pada Kak Hari. Di luar dugaan, beberapa hari kemudian, teman saya ternyata menolak untuk memberikan identitasnya, juga menolak untuk melanjutkan proses ini. Ada sedikit perasaan aneh yang saya rasakan, sikapnya berubah pada saya. Entah mengapa. 

Saya memberitahu kak Hari tentang penolakan itu dan memohon maaf kepadanya. Hari berganti, saya dibuat kaget saat kak Hari tiba-tiba menyapa saya melalui sms, "Assalaamu'alaikum, Nia..atau bisa saya panggil dengan Dwiagris Tiffania. Lulusan IPB dengan IPK ....". Yes, he found meKatanya, ia membangun beberapa asumsi dari pembicaraan kami untuk meng'ubek' direktori beberapa universitas. Begitulah juga ia akhirnya menemukan alamat rumah dan kosan saya, meski saya tidak pernah memberitahukannya. Pertemuan perdana kami adalah saat saya baru kembali dari Maluku Utara. Saat akan merebahkan diri di kasur, tiba-tiba ia memberitahu bahwa dirinya sudah berada di depan kosan saya, berharap saya menerima kunjungannya saat itu. Pertemuan yang tidak berlangsung lama dan sangat canggung. Sejak saat itu komunikasi kami menjadi cukup intens. Belakangan, ia mengaku telah memiliki seorang calon pendamping dan meminta saran bagaimana memberitahukannya kepada orangtuanya. Terus terang, saya tidak memiliki persepsi apapun saat itu. Saya senang dengan perkembangan Kak Hari (meskipun tidak berlanjut dengan teman saya) dan menjawab sekena yang saya bisa. Oleh karena saya telah melalui proses ini, maka bukan hal yang sulit bagi saya memetakan tahapan perkenalan padanya.

Bagaimana kelanjutannya? Saya merasa ada keanehan dengan Kak Hari. Ia menjadi orang yang selalu 'cerewet' mengomentari status bbm saya dan saya agak risih dengan hal itu. Saya pun memberitahukan hal ini pada sahabat saya. Beberapa hari kemudian, barulah saya tahu bahwa perempuan itu adalah saya. Kak Hari berniat menjalin hubungan serius dengan saya. Astaghfirullah..bukan rasa syukur yang saya panjatkan saat itu. Hubungan ini justru akan sangat rentan dan menyakiti hati teman saya.  Berminggu-minggu saya menangis dan menyuruh Kak Hari untuk pergi dari hadapan saya. Saya menyuruhnya untuk mengubur harapannya pada saya. Namun, ia tidak menghiraukan itu. Apa kabar dengan teman saya? Sungguh, hari-hari itu tidak mudah, bagaimana saya mendapat tekanan akan prasangka sebagai pengkhianat, bagaimana saya menerima satu kalimat: "anggap saja kita tidak pernah berinteraksi atau apapun itu" 😭 Saya kehilangan dia, saya kehilangan teman yang saya sayangi. Semua berjarak, saya tak tahu berada di posisi mana. 

Kak Hari juga sempat menemui sahabat saya di Singapura. Ia mengorek lebih dalam tentang saya. Ia juga meminta agar sahabat saya dapat membantunya meluruskan kesalahpahaman ini. Kondisi saya ambruk. Kadangkala, beban emosial memang sangat menguras energi. Sahabat saya berkali-kali meninggalkan message di fb menanyakan kondisi saya. Ia bahkan dengan rela menghabiskan waktunya hanya untuk mendengar tangisan saya via saluran telpon international. Dari kami semua, mungkin ia satu-satunya orang yang mendapat gambaran utuh tentang kisah ini. Kami membiarkan waktu mengambil alih semua rasa ini.

Singkat cerita, saya mencoba berdamai dengan hati saya. Kak Hari kemudian memberanikan diri bertemu dengan kedua orangtua dan kakak lelaki saya, mengutarakan keseriusannya untuk menikahi saya. Mendengar hal itu, kakak lelaki saya berbicara padanya, "Kita bicara sebagai laki-laki ya, saya gak mau adik saya tidak bahagia!" Ya, kegagalan di masa lalu menyisakan trauma bagi kami. Namun, di balik itu semua, semua orang berbahagia, orangtua saya, bahkan keluarga besar saya setelah bertemu dengannya. Bahagia itu ada dan saya melihatnya di mata mereka. Maka, bagaimanalah saya menolak lelaki ini? Saya memasrahkan semua pada Allah. Sungguh, bagi saya saat itu, tidaklah menjadi masalah besar jika Allah membalikkan hati Kak Hari dan meninggalkan saya, toh saya sudah pernah mengalami hal yang lebih berat dari itu. Di sisi lain, saya juga berusaha menerima kenyataan bahwa seberapapun saya menghindar, jika Allah berkehendak, maka pernikahan dengannya akan terjadi. Kun fayakun. 

Qadarullah, pada tanggal 8 September 2012, ia menyambut tangan Papa saya di mitsaqan ghaliza. Pernikahan ini berlangsung setelah ia lulus dari program magisternya. Masih teringat jelas saat saya menangis di pangkuan Papa, di saat saya ditinggalkan, "Jangan bersedih, Sayang..ada Allah, in sya Allah ada hikmah di balik ini semua.." kata Papa menenangkan saya saat itu. Pernikahan ini bagaikan jawaban atas semua pertanyaan yang saya ajukan padaNya. Alhamdulillah, semua keadaan membaik. Ia telah menyembuhkan hati-hati kami--hati saya, hati orangtua saya, juga hati teman saya--dengan caraNya. Saat ini saya bahagia, saya bersyukur ditemukan olehnya dan dikaruniai dua orang puteri kecil yang cantik. Saya bersyukur ia tidak goyah dan mengikuti keinginan saya untuk mengubur harapannya. Dari pernikahan ini saya juga belajar bahwa kita tidak bisa membahagiakan semua orang, tapi kita bisa berusaha semampu kita untuk menggapai cintaNya, karena sesungguhnya cinta itu tentang syukur, sabar, dan ikhlas 😍



Untuk tahun kelima kami bersama, semoga Allah selalu memberikan rahmat bagi dan atas kami, juga selalu mengumpulkan kami dalam kebaikan, in sya Allah.. 😇


#rumbelmenulisiipjakarta
#howimetmyhusband
#lovestory
#tantanganmenulisoktober

Komentar

  1. Mba Agriiisss, MasyaAllah. Gerimis saya bacanya Mbaaa.

    Ikut mengaminkan doanya Mba, semoga Allah mengijabah^^

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin in sya Allah, makasiihh nyaakk.. Jadi, waktu nyak kasih usul itu udah berasa banget ketar-ketirnya hahaa, tapi akhirnya memberanikan diri untuk acc temanya karena siapa tahu dengan menuliskan cerita bisa jadi obat buat hati sendiri dan hati-hati lainnyaa..hihi.. =)

      Hapus
  2. Buah paling manis berasal dari perjuangan yang paling hebat. Bener kata nyak, gerimis mengundaaaanngg.

    Bu Kapt!! Aduh dari tadi baca comment di kepala udah ratusan wkwkk kuputuskan japri saja lah ya, daripada panjang dibahas di mari.

    Ku Aamiin kan segala doa.. semoga diijabah Allah ya. Kecup.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Eh, ehh..aku bangun tidur udah panjang aja japrianmu, mbakkk, waakakakk.. Aamiin, in sya Allah..love you! *kiisss

      Hapus
  3. Masya Allah ceritanya bukapt..kalo memang sudah jodohnya tidak ada yg bisa menghalangi ya..smg samawa selamanya 😍

    BalasHapus
  4. Mbak nayaa..waahaha maaf aku baru bales. Iyaa kerasa banget pelajaran yang itu, mbak. Aamiin in sya Allah..

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lima Tips yang Perlu Diperhatikan Orang Tua saat Memilih Sekolah Anak

Joker: Seorang Pribadi yang Penuh Luka