Selangkah Lagi Menjadi Kupu-kupu Cantik
Bismillahirrahmanirrahiim...
Saya menunggu pembukaan kelas Bunda Cekatan sudah sangat lama. Setahun lebih. Makin ketar-ketir ketika tahu kuota kelas Bunda Sayang setelah angkatan saya dibatasi. "Duh, apa saya bisa bersaing dengan teman-teman untuk menempati kuota kelas Bunda Cekatan nanti ketika dibuka?" batin saya. SCDD--siapa cepat dia dapat.
Qadarullah, saya mendapatkan rezeki itu. Semakin bersyukur ketika tahu bahwa fasilitator kelas Bunda Cekatan ini adalah Ibu Septi sendiri. Masya Allah, saya belajar langsung dari sumber ilmu yang mumpuni. Lalu, di awal kelas, Ibu Septi menjelaskan tahapan permainan kami di kelas Bunda Cekatan. Perjalanan panjang dan tentu tidak akan mudah. Berkali-kali saya berazzam pada diri sendiri: "Bersungguh-sungguhlah kamu, maka kamu akan keluar dengan kesungguhan itu." Itu salah satu mantra yang Ibu Septi ajarkan.
"Allah, izinkan saya belajar.
Saya ingin menjadi lebih baik.
Saya ingin memperbaiki diri saya yang akan saya mulai dari dalam keluarga saya.
Saya akan bersungguh-sungguh.
Saya akan bersungguh-sungguh, yaa Allah...."
Sebulan pertama saya masih bingung dengan diri saya, apa yang akan saya lakukan, apa saja yang membuat saya bahagia. Berkali-kali saya merevisi peta belajar saya. Kata Ibu Septi, tidak ada yang salah dalam proses belajar, yang ada hanya kita belum tuntas melakukannya. Saya hanya perlu sabar dalam ikhtiar. Saya hanya perlu terus mencari dalam hutan pengetahuan. Meski belum tahu apa yang akan saya dapat, tapi saya coba mengerjakan berbagai tantangan yang diberikan. Dan proses pembelajaran ini mulai menemui titik terang.
Saya sudah mengerjakan tantangan 30 hari di tahap kepompong tanpa jeda. Sesuatu hal yang tidak pernah saya pikirkan untuk sanggup melaluinya; apalagi di tengah WFH, SFH dua krucils, dan tanpa asisten. Tapi, SAYA BISA. Meski jatuh dan kembali merangkak untuk bangkit. "Hey, bukankah itu juga yang dialami seorang anak kecil yang belajar berjalan?" kata saya dalam hati. Saya belajar untuk menembus batas diri. Saya belajar untuk memaksimalkan potensi. Mungkin bagi orang lain memasak 30 hari berturut-turut merupakan hal yang biasa, tapi bagi saya itu merupakan prestasi. Untuk tantangan 30 hari dapat dilihat di album FB saya, ya.
Hal yang paling berkesan adalah saat di awal tantangan 30 hari sembari WFH dan anak-anak yang SFH, saya berkejaran dengan waktu. Hingga Askana berkata pada saya, "Buunn, jam segini biasanya kakak udah makan siang di sekolah, loh!" Hahaa, itu sindiran telak buat diri saya. Sekarang saya bisa tertawa mengingatnya. Dan satu hal lagi, memasak itu membahagiakan, ya, hehe. Saya sangat senang ketika anak-anak berucap, "Buun, terima kasih telah memasak makanan enak, ya!" Aduuh, nyess bangett. Makin nyess lagi ketika saya seringkali kehabisan makanan karena ludes sama si ayah dan krucils, wakakakk.
Di tahap kepompong ini saya juga menuntaskan puasa selama 4 pekan:
Pekan 1: Puasa ngomel ke ayah yang bangun siang;
Pekan 2: Puasa ngomel ke dua krucils;
Pekan 3: Puasa menunda menuntut ilmu;
Pekan 4: Puasa tidur larut malam dan bangun terlambat.
Walaupun hasilnya belum semuanya maksimal, tapi saya senang sudah mengetahui pola pembelajaran diri saya.
Di akhir tahap kepompong rupanya saya mendapat kejutan spesial karena berhasil menyelesaikan tantangan 30 hari tanpa jeda. Kejutannya yaitu ngobrol langsung dengan Ibu Septi dan Pak Dodik. Huhuu, terharuuu, rasanyaa senang tak terkira karena ada yang menghargai perjuangan saya. Masya Allah, terima kasih, Ibu Septi, Pak Dodik, dan tim yang telah menyusun kurikulum ini dengan sebaik mungkin. Sehingga saya dapat bermetamorfosis menjadi orang yang lebih baik dan kebaikan itu dapat dirasakan oleh orang-orang terdekat saya. Barakallah fiikum.... Semoga Allah ridhai kaki ini melangkah untuk menjadi kupu-kupu yang cantik. Bismillah....
*mohon maaf ini agak narsis mejeng foto sendiri, hahaa ;D
#kelaskepompong
#bundacekatan
#institutibuprofesional
#aliranrasa
Saya menunggu pembukaan kelas Bunda Cekatan sudah sangat lama. Setahun lebih. Makin ketar-ketir ketika tahu kuota kelas Bunda Sayang setelah angkatan saya dibatasi. "Duh, apa saya bisa bersaing dengan teman-teman untuk menempati kuota kelas Bunda Cekatan nanti ketika dibuka?" batin saya. SCDD--siapa cepat dia dapat.
Qadarullah, saya mendapatkan rezeki itu. Semakin bersyukur ketika tahu bahwa fasilitator kelas Bunda Cekatan ini adalah Ibu Septi sendiri. Masya Allah, saya belajar langsung dari sumber ilmu yang mumpuni. Lalu, di awal kelas, Ibu Septi menjelaskan tahapan permainan kami di kelas Bunda Cekatan. Perjalanan panjang dan tentu tidak akan mudah. Berkali-kali saya berazzam pada diri sendiri: "Bersungguh-sungguhlah kamu, maka kamu akan keluar dengan kesungguhan itu." Itu salah satu mantra yang Ibu Septi ajarkan.
"Allah, izinkan saya belajar.
Saya ingin menjadi lebih baik.
Saya ingin memperbaiki diri saya yang akan saya mulai dari dalam keluarga saya.
Saya akan bersungguh-sungguh.
Saya akan bersungguh-sungguh, yaa Allah...."
Sebulan pertama saya masih bingung dengan diri saya, apa yang akan saya lakukan, apa saja yang membuat saya bahagia. Berkali-kali saya merevisi peta belajar saya. Kata Ibu Septi, tidak ada yang salah dalam proses belajar, yang ada hanya kita belum tuntas melakukannya. Saya hanya perlu sabar dalam ikhtiar. Saya hanya perlu terus mencari dalam hutan pengetahuan. Meski belum tahu apa yang akan saya dapat, tapi saya coba mengerjakan berbagai tantangan yang diberikan. Dan proses pembelajaran ini mulai menemui titik terang.
Saya sudah mengerjakan tantangan 30 hari di tahap kepompong tanpa jeda. Sesuatu hal yang tidak pernah saya pikirkan untuk sanggup melaluinya; apalagi di tengah WFH, SFH dua krucils, dan tanpa asisten. Tapi, SAYA BISA. Meski jatuh dan kembali merangkak untuk bangkit. "Hey, bukankah itu juga yang dialami seorang anak kecil yang belajar berjalan?" kata saya dalam hati. Saya belajar untuk menembus batas diri. Saya belajar untuk memaksimalkan potensi. Mungkin bagi orang lain memasak 30 hari berturut-turut merupakan hal yang biasa, tapi bagi saya itu merupakan prestasi. Untuk tantangan 30 hari dapat dilihat di album FB saya, ya.
Hal yang paling berkesan adalah saat di awal tantangan 30 hari sembari WFH dan anak-anak yang SFH, saya berkejaran dengan waktu. Hingga Askana berkata pada saya, "Buunn, jam segini biasanya kakak udah makan siang di sekolah, loh!" Hahaa, itu sindiran telak buat diri saya. Sekarang saya bisa tertawa mengingatnya. Dan satu hal lagi, memasak itu membahagiakan, ya, hehe. Saya sangat senang ketika anak-anak berucap, "Buun, terima kasih telah memasak makanan enak, ya!" Aduuh, nyess bangett. Makin nyess lagi ketika saya seringkali kehabisan makanan karena ludes sama si ayah dan krucils, wakakakk.
Di tahap kepompong ini saya juga menuntaskan puasa selama 4 pekan:
Pekan 1: Puasa ngomel ke ayah yang bangun siang;
Pekan 2: Puasa ngomel ke dua krucils;
Pekan 3: Puasa menunda menuntut ilmu;
Pekan 4: Puasa tidur larut malam dan bangun terlambat.
Walaupun hasilnya belum semuanya maksimal, tapi saya senang sudah mengetahui pola pembelajaran diri saya.
Di akhir tahap kepompong rupanya saya mendapat kejutan spesial karena berhasil menyelesaikan tantangan 30 hari tanpa jeda. Kejutannya yaitu ngobrol langsung dengan Ibu Septi dan Pak Dodik. Huhuu, terharuuu, rasanyaa senang tak terkira karena ada yang menghargai perjuangan saya. Masya Allah, terima kasih, Ibu Septi, Pak Dodik, dan tim yang telah menyusun kurikulum ini dengan sebaik mungkin. Sehingga saya dapat bermetamorfosis menjadi orang yang lebih baik dan kebaikan itu dapat dirasakan oleh orang-orang terdekat saya. Barakallah fiikum.... Semoga Allah ridhai kaki ini melangkah untuk menjadi kupu-kupu yang cantik. Bismillah....
*mohon maaf ini agak narsis mejeng foto sendiri, hahaa ;D
#kelaskepompong
#bundacekatan
#institutibuprofesional
#aliranrasa
Komentar
Posting Komentar