Jauh di Mata, Dekat di Hati
Sedekat apapun anak-anak dengan si ibu, seorang ayah tetap mempunyai tempat tersendiri di hati anak-anaknya, itulah yang saya yakini.
Suami saya termasuk seorang workholic. Hampir setiap hari ia pulang lewat tengah malam, dan pagi-pagi sudah mengantar anak-anak ke sekolah. Tidak banyak memang waktu yang dihabiskannya bersama kami. Saat weekdays, quality time yang dibangun bersama anak-anak adalah saat mengantar anak-anak ke sekolah, namun tidak jarang pula hal itu pun terlewat karena anak-anak masih tertidur pulas. Ditambah lagi saat ini ayahnya anak-anak mengikuti training setiap hari Sabtu, maka sudah sebulan ini beberapa pertanyaan sudah sangat familiar, "Ayah di mana, Bunda? Trainingnya sampai jam berapa? Kok Ayah gak pulang-pulang?"
Alhamdulillah, salah satu sarana yang dapat mendekatkan anak-anak dan si Ayah adalah video call. Meski terpisah jarak, tapi ternyata anak-anak sangat senang dapat melihat wajah ayahnya dan bercerita apapun. Seperti malam tadi, Adia berteriak kegirangan memanggil ayahnya saat wajah ayahnya muncul di layar handphone, sedangkan Askana antusias bercerita tentang teman barunya: "Hayoo, coba Ayah tebak siapa nama teman baru kakak..!" begitu katanya 😅
Teknologi ini bagai dua mata uang. Ia bisa jadi sangat bermanfaat, namun apabila disalahgunakan dapat 'merusak' anak-anak kita. Melihat kemesraan mereka malam tadi, saya jadi merasa perlu untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas komunikasi antara ayah dan anak ini setiap harinya, karena sejatinya.. a dad is daughter's first love!
#tantangan10hari
#level7
#kuliahbunsayiip
#bintangkeluarga
Komentar
Posting Komentar