Mentor dan Mentee di Tahap Kupu-kupu
Bismillahirrahmaanirrahiim....
Pekan pertama di tahap kupu-kupu, rasanya campur aduk. Antara senang karena berhasil lolos dari tahap kepompong, sedikit sedih karena sebentar lagi kelas ini akan berakhir, bingung karena tantangan kian menantang, dannn lain sebagainya. Di tahap kupu-kupu ini ternyata kami para kupu-kupu muda memasuki program mentorship. Apa dehhh? Haha.. Ternyata, para kupu-kupu muda saling berbagi ilmu yang dimiliki dengan menjalankan dua peran: sebagai mentor dan sebagai mentee. Nah loh, berasa ilmu yang dimiliki seuprit, ditantang untuk berbagi pula, wakakakk. Apa saja ilmu yang akan saya dalami dan saya bagi dalam program mentorship ini?
Find a Mentor: Ilmu Berbenah
Melihat kembali peta belajar saya, saya awalnya sedikit bimbang menentukan topik yang akan saya dalami pada tahap ini. Di satu sisi pengen tahu tentang manajemen waktu (mengingat core peta belajar saya "On Time di Dunia, Bahagia di Akhirat"), tapi di sisi lain masih ada ilmu berbenah dalam topik kerumahtanggaan yang belum saya dalami. Setelah semedi, akhirnya saya memutuskan untuk mencari mentor yang bisa membantu saya mendalami ilmu berbenah. Kenapa demikian? Karena seperti yang sudah saya bahas di postingan sebelumnya, bahwa permasalahan utama saya bukanlah tidak bisa mengelola waktu dengan segala aktivitas yang saya punya secara pribadi, namun lebih kepada mengelola waktu yang mencakup kegiatan yang melibatkan seluruh keluarga. Nah, pusing, gak? Wakakakk. Intinya, manajemen waktu saya bisa sangat berantakan kalau bersinggungan dengan aktivitas krucils dan si ayah. Misal, ayah susah banget bangun pagi, sehingga akhirnya semua aktivitas pagi saya handle sendiri (ya bangunin anak-anak, ya nyiapin makanan, ya nyiapin keperluan anak-anak sekolah, dll). Atau contoh lainnya, krucils tidak mengembalikan barang yang sudah dipakai ke tempatnya, sehingga akan menyerap waktu saya untuk fokus ke hal tersebut. Padahal mah si Bunda udah suka pabalatak, ditambah lagi tiga orang yang suka pabalatak juga, wakakakk.
Tanpa pikir panjang, saya coba melamar Mbak Fina Febriani asal IP Jakarta sebagai mentor saya dalam hal berbenah. Kenapa Mbak Fina? Karena saya jatuh cinta pada pandangan pertama, eciieee...haha. Sebenarnya saya tidak mengenal dekat sosok Mbak Fina. Pernah waktu itu sekali rapat terkait komunitas IP Jakarta. Lalu, saya suka penuturan aliran rasa Mbak Fina saat mendapat undangan ngobrol bareng Ibu Septi dan Pak Dodik (Mbak Fina juga salah satu kepompong yang lolos dalam tantangan 30 hari). Keren lah pokoknya. Setelah merasa sreg di hati, akhirnya saya mantap melangkah meminang Mbak Fina. Alhamdulillah tidak berujung pada penolakan. Yeayyy!!
Daannn, setelah chat panjang lebar dengan Mbak Fina di step 1 mentorship ini, saya semakin terpesona dongg, haha. Lagi-lagi Allah kasih limpahan rezeki karena ternyata ilmu berbenah yang dimiliki Mbak Fina lumayan luas. Setelah mendalami Konmari yang digagas oleh Marie Kondo dari akhir tahun 2015, Mbak Fina juga ternyata telah mendalami metode STREAMLINE yang diperkenalkan oleh Francine Jay dari bukunya yang berjudul "Joy of Less" atau Seni Hidup Minimalis. Pada perkenalan tahap pertama ini, Mbak Fina juga mengemukakan bahwa metode STREAMLINE menurutnya lebih efektif dan lebih ramah dibanding dengan metode Konmari bagi para ibu-ibu. Wuiihh, jadi gak sabar pengen belajar. Metode Konmari itu sendiri saya sudah pernah baca dan mulai mempraktikkannya sedikit demi sedikit, tapi entah mengapa memang belum bisa menyeluruh. Bismillah, mudah-mudahan metode STREAMLINE ini bisa saya cerna dengan lebih baik dan menjadikan rumah kecil kami semakin nyaman, aamiin....
Become a Mentor: Kemandirian Anak
Selesai dengan peran sebagai mentee, akhirnya saya memberanikan diri mengisi profil sebagai mentor. Apa toh ya ilmu yang mau dibagi? Ilmu semasa kuliah dan sekolah sudah jelas menguap. Ilmu pengasuhan masih ecek-ecek. Ilmu tentang ASIP juga sudah lama banget gak mendalami. Heuuu.... Ditengah kegalauan itu, terbersitlah video tentang "Melatih Kemandirian Anak" yang pernah saya buat di tahap ulat-ulat (video bisa dilihat di sini). Saya bukanlah seorang yang ahli dalam bidang ini karena saya pun masih berproses. Tapi kemandirian krucils dalam mempersiapkan kebutuhan dasar mereka merupakan hal yang sangat saya syukuri. Di usia Askana yang mau menginjak 7 tahun dan Adia yang menginjak 4 tahun, mereka sudah bisa mandi sendiri, makan sendiri, memakai pakaian sendiri, menyiapkan keperluan sekolah ataupun travelling sendiri, merapikan mainan sendiri, dan lain sebagainya. Saat ini Askana juga sedang berproses tidur di kamarnya sendiri.
Untuk mentorship ini, saya membuka kesempatan sharing bagi dua orang mentee dan ternyata kuota itu terpenenuhi. Antara senang dan deg-degan sebenarnya, heuu. Siapakah sajakah mentee saya?
Mbak Vivi Ermawati dari regional IP Jakarta. Mbak Vivi ini adalah senior saya di RBM maupun di IP Jakarta. Mbak Vivi yang selalu support saya saat menjadi Kapten RBM karena Mbak Vivi adalah Kapten RBM sebelum saya. Nah, gimana deh tuh, seseorang yang kita taruh respect ternyata malah mau berguru sama kita. Wakakakk, asa pengen jumpalitan saya. Mbak Vivi punya dua orang anak laki-laki. Umur keduanya di atas Askana. Harapan Mbak Vivi dalam program mentorship ini adalah mengetahui tahapan kemandirian anak sesuai range usia anak. Makk, ini usia anaknya Mbak Vivi malahan udah melebihi Askana. Piye? Bahaha.... *inget tips berkomunikasi saat dihadapkan pada konflik: senyum aja dulu, baru mikir (mungkin bisa dianalogikan: terima aja dulu menteenya, baru nanti ngadu sama Allah minta petunjuk, wakakakk)
Mentee kedua saya adalah Mbak Ezta Ahditia dari regional IP Semarang. Mbak Ezta memiliki satu orang anak laki-laki berusia lima tahun. Mbak Ezta merasa si kecil kurang mandiri, mungkin karena selalu diladeni oleh Mbak Ezta. Harapan Mbak Ezta dalam program mentorship ini adalah kemandirian si kecil dapat terasah.
Oh sungguh, ini tantangan sekali bagi saya karena semua anak mereka adalah laki-laki, bahahaa...yang mana sangat berbeda karakter dengan para krucils. Pengen mundur tapi gak bisa keknyaa karena udah nyebur, wakakak. Bismillah, atas izin Allah mudah-mudahan ini jadi sarana pembelajaran bagi saya pribadi juga. Semua guru dan semua murid. Yang perlu digarisbawahi dari diskusi bersama Ibu Septi kemarin tentang mentorship ini adalah: biarkan mereka berkembang sesuai dengan potensi mereka sendiri, bukan sesuai dengan keinginan mentor karena mentor hanyalah fasilitator. Semoga Allah berikan kemudahan bagi kami semua untuk belajar.
#kelaskupukupu
#bundacekatan
#institutibuprofesional
#pekanpertama
Pekan pertama di tahap kupu-kupu, rasanya campur aduk. Antara senang karena berhasil lolos dari tahap kepompong, sedikit sedih karena sebentar lagi kelas ini akan berakhir, bingung karena tantangan kian menantang, dannn lain sebagainya. Di tahap kupu-kupu ini ternyata kami para kupu-kupu muda memasuki program mentorship. Apa dehhh? Haha.. Ternyata, para kupu-kupu muda saling berbagi ilmu yang dimiliki dengan menjalankan dua peran: sebagai mentor dan sebagai mentee. Nah loh, berasa ilmu yang dimiliki seuprit, ditantang untuk berbagi pula, wakakakk. Apa saja ilmu yang akan saya dalami dan saya bagi dalam program mentorship ini?
Find a Mentor: Ilmu Berbenah
Melihat kembali peta belajar saya, saya awalnya sedikit bimbang menentukan topik yang akan saya dalami pada tahap ini. Di satu sisi pengen tahu tentang manajemen waktu (mengingat core peta belajar saya "On Time di Dunia, Bahagia di Akhirat"), tapi di sisi lain masih ada ilmu berbenah dalam topik kerumahtanggaan yang belum saya dalami. Setelah semedi, akhirnya saya memutuskan untuk mencari mentor yang bisa membantu saya mendalami ilmu berbenah. Kenapa demikian? Karena seperti yang sudah saya bahas di postingan sebelumnya, bahwa permasalahan utama saya bukanlah tidak bisa mengelola waktu dengan segala aktivitas yang saya punya secara pribadi, namun lebih kepada mengelola waktu yang mencakup kegiatan yang melibatkan seluruh keluarga. Nah, pusing, gak? Wakakakk. Intinya, manajemen waktu saya bisa sangat berantakan kalau bersinggungan dengan aktivitas krucils dan si ayah. Misal, ayah susah banget bangun pagi, sehingga akhirnya semua aktivitas pagi saya handle sendiri (ya bangunin anak-anak, ya nyiapin makanan, ya nyiapin keperluan anak-anak sekolah, dll). Atau contoh lainnya, krucils tidak mengembalikan barang yang sudah dipakai ke tempatnya, sehingga akan menyerap waktu saya untuk fokus ke hal tersebut. Padahal mah si Bunda udah suka pabalatak, ditambah lagi tiga orang yang suka pabalatak juga, wakakakk.
Tanpa pikir panjang, saya coba melamar Mbak Fina Febriani asal IP Jakarta sebagai mentor saya dalam hal berbenah. Kenapa Mbak Fina? Karena saya jatuh cinta pada pandangan pertama, eciieee...haha. Sebenarnya saya tidak mengenal dekat sosok Mbak Fina. Pernah waktu itu sekali rapat terkait komunitas IP Jakarta. Lalu, saya suka penuturan aliran rasa Mbak Fina saat mendapat undangan ngobrol bareng Ibu Septi dan Pak Dodik (Mbak Fina juga salah satu kepompong yang lolos dalam tantangan 30 hari). Keren lah pokoknya. Setelah merasa sreg di hati, akhirnya saya mantap melangkah meminang Mbak Fina. Alhamdulillah tidak berujung pada penolakan. Yeayyy!!
Daannn, setelah chat panjang lebar dengan Mbak Fina di step 1 mentorship ini, saya semakin terpesona dongg, haha. Lagi-lagi Allah kasih limpahan rezeki karena ternyata ilmu berbenah yang dimiliki Mbak Fina lumayan luas. Setelah mendalami Konmari yang digagas oleh Marie Kondo dari akhir tahun 2015, Mbak Fina juga ternyata telah mendalami metode STREAMLINE yang diperkenalkan oleh Francine Jay dari bukunya yang berjudul "Joy of Less" atau Seni Hidup Minimalis. Pada perkenalan tahap pertama ini, Mbak Fina juga mengemukakan bahwa metode STREAMLINE menurutnya lebih efektif dan lebih ramah dibanding dengan metode Konmari bagi para ibu-ibu. Wuiihh, jadi gak sabar pengen belajar. Metode Konmari itu sendiri saya sudah pernah baca dan mulai mempraktikkannya sedikit demi sedikit, tapi entah mengapa memang belum bisa menyeluruh. Bismillah, mudah-mudahan metode STREAMLINE ini bisa saya cerna dengan lebih baik dan menjadikan rumah kecil kami semakin nyaman, aamiin....
Become a Mentor: Kemandirian Anak
Selesai dengan peran sebagai mentee, akhirnya saya memberanikan diri mengisi profil sebagai mentor. Apa toh ya ilmu yang mau dibagi? Ilmu semasa kuliah dan sekolah sudah jelas menguap. Ilmu pengasuhan masih ecek-ecek. Ilmu tentang ASIP juga sudah lama banget gak mendalami. Heuuu.... Ditengah kegalauan itu, terbersitlah video tentang "Melatih Kemandirian Anak" yang pernah saya buat di tahap ulat-ulat (video bisa dilihat di sini). Saya bukanlah seorang yang ahli dalam bidang ini karena saya pun masih berproses. Tapi kemandirian krucils dalam mempersiapkan kebutuhan dasar mereka merupakan hal yang sangat saya syukuri. Di usia Askana yang mau menginjak 7 tahun dan Adia yang menginjak 4 tahun, mereka sudah bisa mandi sendiri, makan sendiri, memakai pakaian sendiri, menyiapkan keperluan sekolah ataupun travelling sendiri, merapikan mainan sendiri, dan lain sebagainya. Saat ini Askana juga sedang berproses tidur di kamarnya sendiri.
Untuk mentorship ini, saya membuka kesempatan sharing bagi dua orang mentee dan ternyata kuota itu terpenenuhi. Antara senang dan deg-degan sebenarnya, heuu. Siapakah sajakah mentee saya?
Mbak Vivi Ermawati dari regional IP Jakarta. Mbak Vivi ini adalah senior saya di RBM maupun di IP Jakarta. Mbak Vivi yang selalu support saya saat menjadi Kapten RBM karena Mbak Vivi adalah Kapten RBM sebelum saya. Nah, gimana deh tuh, seseorang yang kita taruh respect ternyata malah mau berguru sama kita. Wakakakk, asa pengen jumpalitan saya. Mbak Vivi punya dua orang anak laki-laki. Umur keduanya di atas Askana. Harapan Mbak Vivi dalam program mentorship ini adalah mengetahui tahapan kemandirian anak sesuai range usia anak. Makk, ini usia anaknya Mbak Vivi malahan udah melebihi Askana. Piye? Bahaha.... *inget tips berkomunikasi saat dihadapkan pada konflik: senyum aja dulu, baru mikir (mungkin bisa dianalogikan: terima aja dulu menteenya, baru nanti ngadu sama Allah minta petunjuk, wakakakk)
Mentee kedua saya adalah Mbak Ezta Ahditia dari regional IP Semarang. Mbak Ezta memiliki satu orang anak laki-laki berusia lima tahun. Mbak Ezta merasa si kecil kurang mandiri, mungkin karena selalu diladeni oleh Mbak Ezta. Harapan Mbak Ezta dalam program mentorship ini adalah kemandirian si kecil dapat terasah.
Oh sungguh, ini tantangan sekali bagi saya karena semua anak mereka adalah laki-laki, bahahaa...yang mana sangat berbeda karakter dengan para krucils. Pengen mundur tapi gak bisa keknyaa karena udah nyebur, wakakak. Bismillah, atas izin Allah mudah-mudahan ini jadi sarana pembelajaran bagi saya pribadi juga. Semua guru dan semua murid. Yang perlu digarisbawahi dari diskusi bersama Ibu Septi kemarin tentang mentorship ini adalah: biarkan mereka berkembang sesuai dengan potensi mereka sendiri, bukan sesuai dengan keinginan mentor karena mentor hanyalah fasilitator. Semoga Allah berikan kemudahan bagi kami semua untuk belajar.
#kelaskupukupu
#bundacekatan
#institutibuprofesional
#pekanpertama
Komentar
Posting Komentar