Buddy Review: Manajemen Waktu
Bismillahirrahmaanirrahiim....
Pekan kedua di Kelas Bunda Salihah, kami diminta untuk melakukan reviu jurnal ibu pembaharu lainnya. Saya ternyata dipasangkan oleh Teh Nur Hafizoh dari regional Sungai Penuh Kerinci, Jambi. Wahh, enggak nyangka, ternyata Teh Nur juga lahir dan besar di Bogor, dekat malah rumahnya dengan rumah Mama di Bogor, masya Allah...
Saya amazed banget waktu tahu ternyata ini pertama kalinya Teh Nur membuat postingan di blog dengan bantuan suami dan anaknya, masya Allah ... kompak, ya! Membaca permasalahan yang diangkat Teh Nur dalam jurnalnya (lihat di sini), saya merasa ini hal yang banyak dirasakan oleh sebagian besar ibu yang bekerja di ranah publik, termasuk saya. Akan tetapi, saat ini saya sudah bisa memprioritaskan aktivitas, jadi manajemen waktu ini tidak lagi menjadi masalah besar bagi saya.
Permasalahan manajemen waktu tentu akan menguras tenaga dan pikiran si ibu. Masalah pekerjaan di ranah domestik yang belum selesai, ditambah lagi tanggung jawab dalam menjalani amanah di ranah publik. Setelah ngobrol santai dengan Teh Nur, barulah saya tahu (meskipun hanya sedikit, ya) beban pikiran dan tenaga Teh Nur. Teh Nur memiliki empat orang anak tanpa asisten rumah tangga. Sejak bulan Januari 2021, Teh Nur mendapat amanah menjadi supervisor tim marketing buku SDI dengan anggota lebih dari 500 orang (yang aktif ada 107 orang). Kebayang lieur-nya, ya ... memenej tim marketing buku (yang mungkin juga ada target marketingnya). Saya salut banget sama Teh Nur karena berani mengemban amanah ini, masya Allah. *Si Bunda mah mungkin sudah oleng secara paling gak suka urusan marketing di dalam proses pembuatan buku, wakakak.. Oya, ada hal yang keren banget yang saya pelajari dari keluarga Teh Nur, yaitu dukungan suami dan keterlibatan anak-anak. Aura home team-nya terasa sekali. Contoh kecilnya dalam membuat jurnal di blog Teh Nur tadi.
Permasalahan manajemen waktu yang dirasakan oleh Teh Nur teridentifikasi karena Teh Nur merasa sibuk bekerja di ranah publik, sehingga urusan domestik keteteran dan waktu membersamai keluarga menjadi berkurang. Sebenarnya, untuk mengatasi hal ini Teh Nur telah membuat kandang waktu, tetapi belum disiplin dalan menjalankannya. Untuk urusan domestik, Teh Nur membangun teamwork keluarga. Suami dan anak-anak mengambil peran untuk menyelesaikan pekerjaan domestik. Namun, ternyata solusi itu dinilai belum cukup efektif karena karakter maximizer-nya yang menuntut standar sempurna.
Berdasarkan hasil analisa saya, ada beberapa hal yang mungkin dapat Teh Nur lakukan, yaitu:
1. Ubah mindset dengan menggunakan 'kaca mata anak'
Waktu membersamai keluarga tidak hanya dilakukan saat family time, namun dapat juga dilakukan saat Teh Nur mengerjakan pekerjaan domestik bersama anak-anak. Misal, saat si kecil Pasha yang berusia tujuh tahun membersihkan tempat tidur, Teh Nur bisa memantau pekerjaannya sambil mengobrol santai. Saat itu Teh Nur juga bisa mencontohkan bagaimana cara membersihkan tempat tidur yang benar. Dengan begitu, Pasha akan tahu standar kerapihan tempat tidur menurut ibunya dan bonding ibu-anak pun akan tercipta. Akan tetapi, tentu jangan lupa gunakan 'kaca mata anak' saat menilai pekerjaan domestik anak. Ya tentu gak apa-apa gak sempurna, umurnya masih secimit. Orang dewasa mungkin akan sangat gampang menilai bahwa pekerjaan itu kurang sempurna, tapi anak-anak akan berproses dengan semua ketidaksempurnaan itu (hihii, jadi ingat Adia yang masih empat tahun sudah keukeuh nyuci piring).
2. Disiplin dengan kandang waktu
Dalam memenej waktu, kunci utama adalah disiplin. Teh Nur dapat menerapkan cut off time dalam aktivitas sehari-hari, jadi selesai atau tidak selesai ketika waktunya sudah habis maka aktivitasnya tersebut harus dihentikan. Boleh dilanjut kembali di waktu senggang. Dengan menerapkan cut off time ini, Teh Nur juga akan semakin terlatih dalam memilih aktivitas yang diprioritaskan.
3. Optimalisasi potensi diri dan keluarga
Do what you love, love what you do. Melakukan apa-apa yang kita sukai itu sangat mudah sekali, tapi mencintai pekerjaan yang kita lakukan itu butuh effort lebih. Akan tetapi, adakalanya kita tidak bisa memilih untuk tidak melakukan hal yang tidak kita suka. Coba atuhlah ibu rumah tangga yang gak suka cuci piring, mau gak mau kan ya harus singsingkan lengan baju, yekaan? Dari ngobrol santai kemarin, Teh Nur mengungkapkan tidak suka mengerjakan pekerjaan domestik. Oleh karenanya, Teh Nur tetap berharap akan mendapatkan asisten rumah tangga (karena memang sebelumnya sudah terbiasa menggunakan jasa asisten rumah tangga).
Menurut saya, keluarga Teh Nur justru memiliki potensi yang sangat besar untuk dikembangkan tanpa perlu melibatkan pihak lain (asisten). Teh Nur memiliki anak-anak hebat yang mau terlibat dalam pekerjaan domestik dan suami yang senantiasa membantu. Empat anak dengan usia anak terkecil adalah tujuh tahun. Itu adalah nilai plus. Melibatkan anak dalam pekerjaan domestik bukan hanya dapat meringankan pekerjaan si ibu, tapi juga akan meringankan beban anak nantinya ketika sudah dewasa. Anak akan lebih mandiri dan terbiasa dengan pekerjaan domestik.
Untuk pekerjaan domestik yang tidak disukai, bisa didelegasikan kepada anggota keluarga yang lain atau kita bisa melakukannya bersamaan dengan hal yang kita sukai. Misal, menyetrika sambil menonton tayangan ceramah di TV atau kalau si Bunda biasanya mencuci piring yang numpuk sambil istighfar kalau lagi dibuat kesal si Ayah atau krucils (ini ampuh daripada merepet panjang lebar, dijamin rebes itu cucian, haha). Selanjutnya, Teh Nur bisa meningkatkan peran sebagai supervisor pekerjaan domestik anak-anak dan suami dengan lebih konsisten. Apabila action plan ini sukses dijalani, saya rasa Teh Nur bisa terbebas dari rasa ingin memiliki asisten rumah tangga (dan tentu ini akan menjadi solusi permasalahan Teh Nur yang lainnya: adanya saldo di akhir bulan, hihii..).
4. Penulisan jurnal
Hal terakhir yang perlu diperbaiki terkait penulisan jurnal. Hihi, ini mah receh sebenarnya, tapi ada sedikit yang perlu dikoreksi (monmaap, Teh, ini jiwa editorku meronta-ronta). Penulisan jurnal Teteh sudah sangat baik. Selain untuk memenuhi tugas, jurnalnya juga berisi ringkasan materi yang didapat di Kelas Bunda Salihah. Kalau terkait PUEBI dan sebagainya, bisa dimaklumi ya karena kan memang gak semua harus dengan bahasa baku, tergantung tujuan penulisannya apa. Dalam infografis analisa akar masalah, 'hasil yang tampak' bukanlah penjabaran dari apa yang kita harapkan, melainkan data/fakta yang kita temukan atas permasalahan yang kita pilih. Hihi, saya soalnya sampai berulang kali mendengarkan video Ibu Septi untuk mengerti apa maksudnya. Fungsinya apa? Sebagai strong why kita mengapa kita harus menyelesaikan permasalahan tersebut. Itu saja, Teh. Keep writing, ya!
Terus terang, saya sangat senang sekali dipertemukan dengan Teh Nur secara virtual karena saya bisa belajar banyak hal dari beliau, termasuk dalam manajemen waktu ini. Yekaan, yang namanya ngereviu pasti jadi mikir juga kira-kira si Bunda ini gimana manajemen waktunya, hahaa. Saya yakin Teh Nur akan sukses menyelesaikan permasalahan manajemen waktu ini, apalagi dengan dukungan semua anggota keluarga yang hebat. Masya Allah ... barakallah fiikum, Teh ... semoga Allah mudahkan semua urusan kita, ya! Terima kasih banyak untuk semua sharing yang Teteh berikan kepada juniormu ini, hihi. Untuk reviu dari Teh Nur atas problem statement saya, bisa dilihat di sini. Wallahu'alam bishshawwab.
#identifikasimasalah
#ibupembaharu
#bundasalihah
#darirumahuntukdunia
#hexagoncity
Komentar
Posting Komentar